Safarnamaku yang Liyan

  • 0
Setiap kali aku membuka blog ini, aku selalu mendengar bunyi camar di atas samudra Hindia. Samudra Pasifik juga boleh. Aku juga selalu melihat unta-unta yang berteduh di bawah pohon di pinggir oase padang pasir. Anggap saja itu Gurun Sahara. Samudra, padang pasir, gunung, hutan, sungai, dan peradaban. Aku membayangkan sebuah perjalanan. Dan memang untuk tujuan mulia itulah blog ini lahir ke dunia (memang ada lahir ke akhirat?).

Naas bagi yang tidak sengaja menemukan blog ini. Yang sengaja dan berekspektasi lebih pun juga tak kalah naasnya. Karena safarnama sebagaimana dalam perjanjian lama belum bisa diwujudkan. Safarnamaku menjadi lain dari safarnama-safarnama lain. Milikku adalah liyan. Tapi apa boleh buat. Aku tak bisa mengarang kisah nyata. Andai bisa, aku pasti sudah berhasil bikin novel. Dan kupastikan tidak laku. Karena imajinasiku yang terlalu liar. Hahaha.

Sudah dari kecil aku suka berimajinasi. Tentang aku yang ternyata adalah putri raja. Atau aku yang bisa berubah menjadi putri duyung kalau aku nyemplung ke dalam bak mandi. Dari imaji-imaji itu lalu muncul keinginan untuk melihat kemungkinan-kemungkinan yang ditawarkan oleh dunia di seberang sana. Aku harus pergi mencari ibu peri yang mau memberiku sayap untuk terbang. 

Akhirnya aku pergi dengan perlahan. Dan kucoba merajut kenangan dalam setiap perjalanan menjadi tulisan-tulisan sederhana. Menjadi sebuah dongeng yang bisa kubacakan pada anak cucuku nanti. Karena mungkin aku akan pikun pada usia 95 tahun.

Barangkali aku belum bertemu unta di Sahara, berenang dengan paus di Hindia, lomba lari dengan cheetah Afrika, atau main perang salju dengan pinguin Atlantis. Tapi aku harus percaya bahwa itu semua tidak mustahil. Dan yang aku butuhkan adalah bertahan lebih lama untuk terus berusaha. Seperti kata Barbie, "Keberanian sesungguhnya adalah ketika kau mengejar impianmu walau orang lain berkata itu tidak mungkin."

Safarnamaku, meski liyan, ia tetap istimewa. Karena setiap orang memiliki perjalanannya masing-masing. Dan aku mengizinkanmu untuk memiliki perjalananku. Dengan membaca coretan-coretan tak runut dalam blog ini. Aku ingin meminjam istilah Agustinus Wibowo, Perjalananmu bukan perjalananku. Perjalananku adalah perjalananmu.

Pada akhirnya, tulisan ini selain karena aku rindu menulis dengan yang kata Wisnu adalah gaya slenge'an, juga untuk menghibur seseorang yang rindu pada dongengku. Meski bukan sebuah safarnama seperti yang ia harapkan, setidaknya agar ia tahu, bahwa aku masih hidup.

Selamat berpetualang!

No comments:

Post a Comment