#1 Kereta Api

  • 1


Aku sudah membayangkan akan menulis tentang wisata-wisata alam dan kuliner khas Malang saat menaiki kereta api tawangalun pagi lalu. Tapi malam ini aku baru sampai di rumah setelah empat hari berada di kota apel dan aku tidak bisa memenuhi keinginan untuk menulis perjalanan liburan yang menyenangkan. Tidak ada Paralayang, tidak ada Cuban Rondo, tidak ada Gunung Panderman, kulinerpun tidak. Sebenarnya aku memang tidak berniat liburan, tapi kau tahulah, aku tidak pernah membiarkan sesempit waktu luang digunakan untuk tidak melakukan apa-apa ketika berada di luar kota. Jadi pagi itu di kereta tawangalun, aku sudah mempersiapkan liburan-liburan kecil untuk kabur dari rutinitas. Namun saat berada di kereta yang sama dalam perjalanan pulang, pikiran-pikiran dalam otakku yang kecil sudah penuh sesak dan segera ingin memuntahkan hal-hal yang sama sekali lain dari rencana sebelumnya.

Rabu, 11 Maret 2015
Aku tiba di stasiun kalisetail sebelum jam 06.00 pagi. Keretaku, Tawangalun express, akan berangkat jam 06.10. Sesaat kemudian Fian juga tiba dan berjalan ke arahku yang sedang duduk di plesteran stasiun. Dari arah sebuah warung jajanan, muncul Mega habis berbelanja. Pagi itu, kami bertiga akan pergi ke barat untuk mencari jati diri masing-masing. Pergi ke tempat yang sama, tujuan yang sama, dengan makna yang berbeda. Kami akan mengikuti Jobfair di Universitas Brawijaya, Malang. Kami bertiga bersalaman dengan orang-orang yang mengantar kami, kemudian masuk ke dalam peron dan meninggalkan mereka mengintip dari jendela yang jauh sampai kami naik ke dalam kereta. Peraturan PJKAI yang tidak menyenangkan sekaligus melegakan. Tidak menyenangkan karena kami tidak bisa dadah-dadah di jendela kereta ketika akan berangkat kepada kerabat yang mengantar, dan melegakan karena memperkecil kemungkinan adanya penumpang gelap. Dengan begini akan membuat perjalanan menggunakan kereta semakin aman. Ditambah aku beruntung bulan ini harga tiket kereta masih murah. 30.000 saja berangkat dari Banyuwangi hingga Malang. Kabarnya, bulan April tiket kereta api akan naik lagi.

Kereta hari ini tidak ramai. Dua kursi di bangkuku dan Mega kosong, sehingga Fian yang seharusnya berbeda gerbong bisa duduk bersama kita. Kami akan menempuh perjalanan selama tujuh jam di dalam gerbong ber-AC dan tanpa pedagang asongan yang bebas berwara-wiri seperti dulu. Pelayanan dalam kereta api kini memang jauh lebih baik. Kita tidak akan merasa seperti berada dalam sauna ketika siang hari dan tidak perlu takut harus berdiri berjam-jam karena tidak mendapat tempat duduk. Untuk menggantikan pedagang asongan yang menjual makanan dan minuman, pihak kereta api sendiri menyediakan penjualan makanan dan minuman. Tapi macamnya hanya terbatas dan rasanya hambar juga mahal harganya. Bagi yang berperekonomian di bawah rata-rata, disarankan untuk membawa bekal sendiri, karena tahu bulat seharga 1000 yang enak dan efektif mengganjal perut kini sudah tinggal kenangan. Kini, kelas ekonomi dan executive hanya dibedakan dari kenyamanan tempat duduknya saja.

Tahu bulat dalam kereta api itu adalah favoritku. Untuk mengganti rinduku makan tahu bulat, aku sengaja membuat sendiri tahu bulat pada malam sebelum keberangkatan. Aku sukses membuat bentuknya bulat persis seperti yang dijual pedagang-pedagang itu. Walau rasanya asin sekali, tapi bentuknya tetap bulat. Aku memakannya bersama Fian, Mega sedang sakit tenggorokan sehingga tidak berselera untuk makan. Seketika itu aku teringat oleh mereka yang dulu suka kubeli dagangannya dalam kereta. Dengan 1000 rupiah aku bisa mendapat seplastik berisi 6 tahu bulat lengkap dengan cabainya. Saking seringnya, aku hafal dengan beberapa pedagang yang kerap bermunculan ketika aku naik kereta. Aku ingat dengan seorang bapak-bapak yang mempromosikan tahunya dengan berkata-kata, “Tahu bulat, tahu enak, menambah kecantikan.. Tahu bulat, tahu enak, menambah kecantikan.. Ayo Mbak, biar tambah cantik beli tahunya.”

Ada lagi seorang penjual tahu yang kuingat. Dia seorang wanita. Tahunya adalah yang paling enak, menurutku, dan lekas habis. Banyak penumpang yang rela tidak beli tahu di pedagang lain dan baru membeli tahu ketika wanita itu datang. Aku pernah sekali melihatnya terburu-buru turun ketika kereta berhenti di sebuah stasiun. Aku lupa saat itu dimana. Kala itu aku melihat wanita itu membeli sebuah mainan berbentuk seperti raket warna merah jambu di pedagang asongan yang menjual mainan. Aku mengira itu pasti untuk anaknya. Bagaimana nasib mereka sekarang? Apa masih menjual tahu bulat? Jual dimana? Aku juga tidak tahu.

Fian mengaku hanya beberapa kali naik kereta. Bahkan dia hanya sekali naik kereta pandanwangi jurusan Banyuwangi - Jember. Itupun kala dia masih kecil. Ah, Fian.. sayang sekali kamu tidak merasakan asyiknya beli nasi pecel garahan lewat jendela kereta. Lalu aku bercerita tentang wanita-wanita yang berdiri di bawah jendela-jendela kereta, menyunggi tampah yang penuh pincuk-pincuk daun pisang yang berisi pecel. Mereka menunggu tangan-tangan yang menjulur keluar jendela, tanda jadi untuk membeli. Lalu pecel sampai di tangan-tangan pada jendela itu, dan uang dijatuhkan ke bawah. Kemudian wanita-wanita itu berlarian berebut tangan-tangan lain yang masih menjulur. Suasana tegang sekali ketika kita masih dalam situasi bertransaksi sedangkan kereta sudah akan melaju. Saat itu harga satu pincuknya hanya 2500, berisi nasi, sayur manisa, dan kecambah yang disiram sambel pecel kemudian ditutup oleh kerupuk warna putih. Kadang warnanya merah jambu. Dengan uang 3000, kita bisa makan pecel dan minum segelas air aqua. Kini kereta tak pernah berhenti lama di stasiun kecil itu.

Sampai di Bangil, kereta berhenti untuk berganti kepala. Dulu, di stasiun ini biasanya ada sekelompok pengamen yang membawa sebuah bas besar masuk dari gerbong ke gerbong untuk menyanyi. Bas besar itu sanggup menyedot perhatian penumpang untuk melihat penampilan mereka. Salah satunya adalah aku yang selalu menanti performa dari band jalanan itu. lagi-lagi karena peraturan, akhirnya mereka tak lagi hadir untuk membuat manusia dalam kereta ini terhibur dari penatnya duduk berjam-jam. Aku jadi menyesal tidak punya foto bersama mereka. Bagiku, mereka adalah artis. Untungnya, pihak PJKAI tidak menutup warung-warung yang berada di dalam peron, sehingga aku masih bisa membeli dawet di stasiun Bangil.

Sekitar jam satu siang, kereta tawangalun sudah sampai di stasiun kota baru, Malang. Kami bertiga segera turun dan berjalan ke pintu keluar. Hingga sampai keluar dari stasiun, aku tidak menjumpai seorangpun pedagang tahu bulat.

1 comment:

  1. trekz titanium headphones - T-Shirts | T-Shirts
    T-Shirts babyliss pro nano titanium hair dryer are created by professionals with a focus micro hair trimmer on style, comfort westcott titanium scissors and craftsmanship. T-Shirts are created by professionals pure titanium earrings with a focus on style, titanium color comfort and craftsmanship. Rating: 4 · ‎9 reviews

    ReplyDelete