Bagian 1 : Pilihan

  • 0


Kali ini saya ingin membuat sebuah memoar. Memang, pada dasarnya semua yang pernah saya tulis dimaksudkan untuk menjadi bagian dari sejarah. Namun ini adalah runtutan sejarah dengan huruf s kecil yang bukan untuk dijilid menjadi buku diktat anak sekolahan. Siapalah saya yang tak pernah berbuat hal prestisius hingga berani membuat otobiografi diri sendiri. Tapi setidaknya saya ingin 100 tahun dari sekarang, ada yang tahu bahwa saya pernah hidup.

17 Juni 2015, hari pertama bulan Ramadhan tahun itu menjadi awal cerita. Pada hari itu saya mendapat pekerjaan di PT Mitra Citra Mandiri yang terletak di kota Surabaya. Di hari pertama saya bekerja, saya harus membuat keputusan paling sulit selama 22 tahun hidup saya di dunia.

Beberapa jam sebelum keputusan itu diambil, saya memberi paraf pada beberapa lembar kertas yang memuat peraturan perusahaan. Setelah itu saya diajak berkeliling perusahaan oleh HRD yang menerima saya masuk. Masih lekat betul diingatan bagaimana Rellas, nama HRD itu begitu riang memperkenalkan saya sebagai karyawan baru. Hingga sampailah saya di sebuah meja dalam ruangan internal marketing. Ruang kerja saya. “Perkenalkan, ini anggota tim internal marketing yang baru,” kata Rellas sembari tersenyum lebar. “Itu meja Ibu, silakan duduk.”

Setelah menyalami seisi ruangan yang seluruhnya berisi kaum hawa, saya meletakkan tas di atas meja baru saya. Saya belum sempat duduk ketika handphone saya berdering keras. Duh, seharusnya saya matikan dulu nada deringnya. Gerutu saya pada diri sendiri. Saya melihat layar untuk me-reject telepon itu. Tapi itu adalah sebuah nomor rumah. Barangkali kantor. Kemudian saya angkat sambil berbisik karena tidak enak dengan yang lain.

Rupanya dari Tempo. Salah satu media besar di Indonesia yang sudah dua kali dibredel pada zaman orde baru. Suara wanita di seberang memberitahu bahwa surat lamaran saya telah diterima. Tes tahap awal dijadwalkan hari Selasa, 23 Juni di Jakarta. Saya bertanya apakah tes bisa dilakukan via online? Pertanyaan bodoh. Tentu saja tidak. Saya beritahu bahwa saya akan konfirmasi paling lambat esok hari. Betapa lucunya, saya ingat bagaimana dua bulan yang lalu saya mengalami kejadian serupa.

***

April tanggal 17 sore saya berangkat ke Surabaya untuk interview lanjutan dengan PT Mitra Citra Mandiri. Ketika dalam perjalanan menuju stasiun, saya mendapat telepon dari sebuah nomor rumah. Barangkali kantor. Kemudian saya angkat sambil teriak karena di jalan bising sekali.

Rupanya dari Tempo Institute. Small bisnis Tempo Inti Media yang bergerak diranah edukasi jurnalistik. Tahun ini mereka membuka banyak kelas menulis untuk umum. Biayanya beragam. Mulai dari 2 juta hingga 5 juta. Tanggal 27 Februari silam saya mengirim proposal pengajuan beasiswa untuk kelas jurnalistik intensif. Sore itu, suara wanita di seberang memberitahu bahwa proposal saya lolos seleksi. Kelas akan dimulai pada hari Sabtu tanggal 25 April. Saya diminta konfirmasi kesediaan hari itu. Jika tidak, beasiswa akan dialihkan pada orang lain. Saya beritahu bahwa saya akan konfirmasi paling lambat jam 4 sore. Betapa hidup selalu berupa pilihan-pilihan tak terduga.



Seharusnya, pada tanggal 17 April ini saya harus membuka stand foto wisuda bersama Alit, kawan saya. Ketika seminggu sebelumnya saya mendapat panggilan untuk interview lanjutan dengan PT Mitra Citra, saya memilih meninggalkan bisnis itu.

Pertimbangannya adalah bisnis foto wisuda ini hanya berlangsung satu hari. Meski saya sudah pasti akan mendapatkan uang (sebelumnya sudah ada yang mendaftar dengan memberikan DP), saya belum bisa mengandalkan bisnis ini untuk mencukupi kebutuhan saya di masa mendatang. Kedua, meski belum tentu diterima di perusahaan itu, setidaknya saya sudah berusaha untuk mencoba mengambil pilihan yang akan membuat hidup saya lebih baik. Tidak ada penyesalan bagi mereka yang berani mencoba.
 

No comments:

Post a Comment