Bagian 2 : Merantau

  • 0


Babak sebelumnya saya lupa saat itu tanggal berapa. Saya berada di Malang bersama Mega untuk menghadiri jobfair yang kedua saya di kota itu. Fian sudah tidak bersama kami karena sudah diterima kerja. Mega pulang sesaat setelah mengirim banyak aplikasi di Gedung Samantha Krida, Universitas Brawijaya, tempat jobfair berlangsung. Ia mendapat panggilan kerja di sebuah BANK di Banyuwangi. Tinggal saya sendirian menanti kabar panggilan. Hingga malam tiba, akhirnya saya mendapat dua panggilan. Yang satu dari jobfair, satu lagi dari jobstreet.

Saya memilih menghadiri tes dari perusahaan yang menerima aplikasi saya melalui jobstreet. Pertimbangannya tidak rumit. Hanya karena saya sudah sering mengikuti tes yang seleksinya berawal dari jobfair. Siapa tahu jobstreet lebih berpihak pada saya. Pilihan saya tepat. Seminggu kemudian saya dipanggil menghadiri interview lanjutan dari PT Mitra Citra Mandiri.

Saya melepas sebuah kepastian mendapatkan uang dari stand foto wisuda demi perusahaan yang belum pasti menerima saya. Barangkali kondisi membuat saya lebih realistis daripada idealis kala itu. Sebab sebelumnya saya menyatakan bahwa sudah tugas sarjana lah membuka lapangan kerja. Bukan mencari kerja.

Lalu pada sore tanggal 17 April, ketika saya hendak berangkat ke Surabaya, saya menelepon Tempo Institute. Saya bilang bahwa saya bersedia untuk mengambil beasiswa kelas jurnalistik intensif itu. Toh saya belum tentu diterima setelah interview di Mitra Citra.

***
Pulang interview, saya menceritakan perihal beasiswa Tempo kepada orang tua. Mereka tidak setuju. Sebab mereka takut anaknya jadi wartawan. Menurut mereka, jadi wartawan terlalu beresiko. “Ibu takut nanti kamu disuruh liputan ke tempat-tempat bencana. Tempat-tempat rusuh. Ndak suka Ibu,” kata Ibu saya. Lalu saya meyakinkan. Tujuan saya adalah andaikan nanti saya tidak diterima kerja di Mitra Citra, lepas kursus saya bisa mendapat sertifikat yang bisa menambah nilai untuk melamar kerja di tempat lain. Lagipula kesempatan kerja di Jakarta juga lebih banyak daripada di daerah.

Akhirnya mereka setuju. Saya memilih berangkat tanggal 22 April. Pasalnya saya harus mencari kos terlebih dulu untuk hidup selama satu bulan. Hari sebelum keberangkatan, saya mendapat telepon dari Mitra Citra. Saya diterima kerja rupanya. Keluarga saya girang. Saya disuruh memikirkan kembali keberangkatan saya ke Jakarta.

Pendirian saya masih kuat. Saya sangat yakin bisa mendapatkan yang lebih baik jika mengikuti kursus ini. Setidaknya saya akan punya sedikit bekal soft skill yang bisa dimanfaatkan. Bukan hanya ijazah. Saya putuskan melepas Mitra Citra. Lalu berangkatlah saya dengan sedikit memaksakan restu.

Saya sudah nyaris sampai di Malang ketika mendapat SMS dari Tempo Institute. Rupanya jadwal kelas diundur tanggal 2 Mei sebab gedung Tempo masih dalam renovasi. Saya terkejut. Saya kabarkan kepada orang tua saya. Mereka marah besar. Dikira saya kena tipu.

Saya pulang dengan kecewa. Saya yakin tidak kena tipu. Tapi orang tua sudah terlanjur tidak percaya. Saya belum pernah ke Jakarta sebelumnya. Akhirnya saya berangkat lagi pada minggu depannya dengan diantar Bapak.

Lagi-lagi ketika hendak berangkat, saya mendapat telepon dari nomor kantor. Mitra Citra kembali menghubungi saya. Katanya mereka mau menunggu saya hingga selesai pelatihan di Jakarta. Saya dijadwalkan untuk masuk tanggal 10 Juni. Ibu saya menyuruh untuk menerima. Kali ini saya menurut.

Di Jakarta, kami tinggal di rumah Kak Lila, sepupu saya, selama 3 hari. Bapak pulang pada hari pertama saya masuk kelas. Setelah yakin bahwa saya tidak tertipu.

Hari selanjutnya saya pindah ke rumah Mami, mertua Kak Lila, di daerah Klender, Jakarta Timur. Sebab rumah kontrakan Kak Lila hanya punya satu kamar. Saya tidak dibolehkan mencari tempat kos. Akhirnya selama sebulan di rantau saya menumpang makan dan tidur di sana.

No comments:

Post a Comment