Surat Absurd untuk Semua Pelaku Wisata

  • 0

Kepada yang terhormat Bapak Menteri Pariwisata beserta seluruh jajaran kewisataan,
Kepada yang tersayang para pengelola tempat wisata di tanah air,
Kepada yang tercinta para pelancong yang beredar di seluruh pesisir negeri,
Kepada yang teruntung para pedagang dan jukir di sekitar tempat wisata,
Dan kepada yang tertindas alam raya yang tidak berbahagia.


Sebelumnya saya ingin bercerita tentang perjalanan saya ke Pulau Menjangan dua minggu yang lalu. Terletak sekitar 10 km di lepas pantai Barat Laut Bali, pulau kecil Menjangan merupakan bagian dari Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Menjangan terkenal dengan pesona alam bawah lautnya. Dari Bangsring, Banyuwangi, saya bersama rekan-rekan menyebrang dengan menggunakan boat. Selama di perjalanan, kami dibuat takjub dengan banyaknya ikan terbang yang bermunculan dari bawah permukaan. Semakin mendekati garis pantai, airnya semakin bening dan dasar laut mulai terlihat. Tapi, semakin dekat daratan, airnya semakin keruh. Banyak buih dan minyak mengapung-apung di sekitar boat kami yang sudah memelan, tanda mau berlabuh. Tidak hanya itu, saya melihat banyak sekali bungkus rinso, mie sedap, popmie, dan sampah-sampah plastik lainnya.

Begitu sampai di pos pemberhentian pertama, kami disambut oleh gapura bertuliskan selamat datang di Pulau Menjangan Taman Nasional Bali Barat lengkap dengan sampah-sampah yang bertebaran di bawahnya. Betapa kecewanya, pasir putih dan hijaunya laut hanya bisa dinikmati dari kejauhan. Saya kira, karena ada resort di pos 1 yang bisa digunakan untuk beristirahat, maka banyak orang yang membuang bekas bekal mereka di situ. Tapi ternyata pusat sampah tidak hanya berada di pos 1. Ketika kami berpindah di pos snorkeling 3, letaknya dekat dengan hutan bakau, sampah juga bertebaran di sana. Terapung-apung dan menempel pada akar tanaman bakau. Duh, Gusti.. Heran saya. Kok ndak eman, alam secantik ini dijadikan tempat sampah.

Tidak hanya di Menjangan. Lihat saja rupa Ranukumbolo saat musim agustusan. Atau coba tengok Teluk Ijo dan Pulau Merah saat tahun baru atau hari libur. Begitu santainya manusia-manusia itu meninggalkan jejak yang tak indah. Bukan rahasia lagi kalau tempat wisata akan menjelma jadi TPS ketika sudah banyak pengunjung. Khususnya di tempat wisata alam terpencil yang dikelola oleh penduduk sekitar.

Jika anda semua mengamati, tidak hanya sampah plastik yang disebar. Sampah tulisan-tulisan tak senonoh pun banyak ditemukan didinding-dinding atau pohon-pohon. Bahkan saya menemukan batu-batuan di puncak Gunung Arjuna sudah penuh tanda tangan orang-orang ndeso. Dikira ini papan tulis?

Pemerintah saat ini begitu gencar mengekspos pantai-pantai virgin atau hutan-hutan cantik agar menarik wisatawan mancanegara. Perekonomian penduduk sekitar meningkat drastis seiring bertambahnya jumlah pelancong. Backpacker, hiker, hingga diver menjamur dimana-mana. Menjelajahi alam-alam eksotis yang kerap ditampilkan di televisi masa kini.

Saya jadi merasa tertipu sekali dengan gambar-gambar eksotis yang beredar di internet dan televisi. Sepertinya mereka benar-benar lihai memainkan photoshop. Barangkali gambar-gambar itu memang asli. Lantas tampilan aslinya berubah bentuk ketika sudah terjamah manusia. Kalau sudah begini, siapa mau disalahkan? Pemerintah? Pengelola? Wisatawan? Atau tukang jaga toilet umum?

Entah siapa yang salah, dan entah siapa yang merasa perlu bertanggung jawab. Saya juga bukan orang suci yang tidak pernah menyampah, saya hanya orang biasa yang sedang berusaha untuk selalu membuang sampah pada tempatnya. Surat cinta ini adalah bentuk rasa sayang saya kepada alam sekaligus bentuk protes pada manusia yang tidak tahu terima kasih pada jagat yang tanpa mereka, manusia tidak ada.

Pernah tidak anda berpikir, jika suatu hari tidak ada lagi hutan bakau yang menjadi rumah bagi puluhan spesies serangga air asin. Bagaimana jika ikan-ikan badut macam nemo tak lagi muncul karena keracunan minyak dan zat kimia limbah? Bagaimana jika tidak ada lagi pohon-pohon yang menghasilkan oksigen di gunung maupun hutan? Gara-gara apa? Sampah! Jika hari itu terjadi, saya harap anda semua tidak menyesal karena terlambat menyadari bahwa uang tak bisa dimakan. Bahwa uang tidak bisa membeli kekayaan alam yang diberikan kepada kita dengan cuma-cuma. Karena ini gratis, maka tak ada yang dapat dibayarkan untuk memperolehnya kembali.

Sekian surat absurd ini saya tulis dengan penuh cinta dan rasa syukur pada alam yang telah memberi saya kehidupan. Jika ada kata-kata yang menyinggung SARA, mohon diterima saja. Karena sama dengan alam, saya juga lelah berhadapan dengan manusia.

Salam Lestari! 


Di bawah ini akan saya lampirkan foto-foto yang berhasil saya dapatkan saat melakukan perjalanan di Pulau Menjangan dan Gunung Arjuna

Pos 1 Pulau Menjangan. Gapura Selamat Datang

Pos 3 Pulau Menjangan. Hutan Bakau
Puncak Gunung Arjuna

No comments:

Post a Comment